Text
Pengantar ilmu teknik lingkungan: seri pengelolaan sampah perkotaan
Sejak pemerintah Orde Baru melaksanakan Pembangunan Lima Tahun Pertama o tahun 1969 kota-kota di Indonesia umumnya dan kota-kota di Jawa khususnya tumbuh relatif cepat. Seiring dengan perkembangan kota-kota tersebut pengelolaan sampah menjadi lebih kompleks. Kompleksitas penanganan sampah dari sisi kuantitas dan kualitas, pembiayaan dan penyediaan sumber daya manusia. Karena kompleksitas pengelolaan sampah pemerintah kota membutuhkan tenaga profesional yang mampu baik dari segi teoritis maupun praktis. Pemerintah kota dan kabupaten yang bertanggung jawab menangani unph, sampai dengan saat ini masih menggunakan sistem pengelolaan yang bersifat sentralistik. Artinya, sampah yang dihasilkan dari daerah perkotaan dikumpulkan semaksimal mungkin untuk kemudian diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan cara yang sangat primitif, yaitu menumpuk secara terbuka atau open dumping. Selain itu, model TPA dengan menumpuk sampah secara terbuka memperlihatkan rendahnya peradaban bangsa. Metode yang seharusnya dilakukan adalah sanitary landfill. Dengan metode sanitary landfill tidak saja secara estetika baik, juga masalah pencemaran lingkungan dapat dihindarkan, Kota Surabaya pernah membakar sebagian kecil dari sampah kota yang tiba di TPA dalam tungku incinerasi jamun tidak berlangsung lama. Cara pembakaran sampah dengan incinerasi jika tidak dikendalikan dengan baik akan mengakibatkan pencemaan udara. Kini pengelolaan sampah di Indonesi memasuki babak baru. Karena ketiadaan lahan untuk TPA maka solusi yang paling mungkin adalah mengurangi sebanyak mungkin atau maksimasi jumlah sampah-yang haru diangkut ke TPA. Mengurangi jumlah sampah yang dikenal dengan program 3R dimulai dengan cara meminimasi timbulan sampah dari setiap sumber sampah (reduce), melakukan daur ulang (recycle) dan memanfaatkan ulang (reuse).
Tidak tersedia versi lain